Mimpi Yang Keropos


Informasi terbaru Mimpi Yang Keropos

All hands,
Berdiskusi tentang industri pertahanan nasional, selama ini ada satu yang dilewatkan oleh banyak pihak dan sebaliknya hanya dipahami oleh sedikit kalangan. Apa itu? Jawabannya tidak perlu panjang, yakni industri pertahanan Indonesia tidak didukung oleh basis yang kuat.
Apa yang dimaksud dengan basis yang kuat? Indonesia pertahanan Indonesia tidak didukung oleh penelitian dan pengembangan yang mumpuni, tak pula didukung oleh industri-industri vendor nasional yang kuat. Sehingga kalau ada pihak yang selama ini berbicara tentang local content, sebagian besar bahasan soal itu cenderung kurang berdasar. Mengapa demikian? Local content tidak dapat didefinisikan sebatas manusia yang menjadi tenaga kerja saja, tetapi mencakup pula material yang dipasok dan dibuat oleh industri nasional, misalnya SME alias small and medium enterprises.
SME adalah basis industri pertahanan di negara-negara Eropa. Industri pertahanan seperti BAe, Thales, EADS dan lain sebagainya didukung oleh ratusan atau bahkan ribuan SME. SME itulah yang membuat berbagai subparts dari sebuah sistem senjata, entah itu rudal, kapal perang, pesawat udara dan lain sebagainya. SME itu pula yang menjadi basis industri pertahanan negara-negara Eropa sehingga pijakan industri itu sangat kokoh dan mampu berkompetisi dengan industri serupa dari seberang Samudera Atlantik.
Memang benar bahwa Indonesia mempunyai sejumlah industri pertahanan. Sayangnya, industri itu tidak mempunyai basis yang kuat alias basisnya keropos. Sebagai contoh, seberapa banyak peran vendor yang berstatus SME untuk mendukung terbangunnya sebuah pesawat udara buatan industri di Bandung atau kapal perang produksi galangan di Ujung, Surabaya? Boleh dikatakan nyaris tak ada SME nasional yang mendukung industri tersebut.
Eksistensi SME untuk mendukung industri pertahanan nasional sifatnya strategis, karena dengan demikian industri itu bisa menggerakkan ekonomi secara signifikan dan terdistribusikan secara luas. Sehingga industri pertahanan tidak lagi dicap sebagai industri menara gading yang tidak dirasakan manfaatnya oleh industri-industri vendor nasional.
Dengan kondisi seperti saat ini, pertanyaannya apakah akan ada kontribusi signifikan dari ambisi membangun kapal perang fregat dan kapal selam di dalam negeri terhadap industri pertahanan nasional secara luas? Yang dimaksud secara luas yaitu bukan saja keuntungan material dan non material yang dinikmati oleh industri yang merakit kapal itu, tetapi keuntungan serupa dirasakan oleh industri-industri yang menjadi vendor galangan perkapalan nasional itu.
Tinggalkan komentar anda tentang Mimpi Yang Keropos

Jawaban Atas Pertanyaan Tentang Perilaku Cina


Informasi terbaru Jawaban Atas Pertanyaan Tentang Perilaku Cina

All hands,
Cina kini tumbuh menjadi kekuatan politik, ekonomi dan militer baru di tingkat kawasan dan global. Salah satu pertanyaan yang mengusik negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik adalah bagaimana perilaku Cina apabila ketiga instrumen kekuatan nasionalnya makin kuat dan menjadi pesaing Amerika Serikat. Kini jawaban atas pertanyaan itu mulai menemukan bentuknya.
Cina tidak akan jauh berbeda dengan Amerika Serikat dalam perilakunya di kawasan ketika kekuatan politik, ekonomi dan militernya makin kuat. Itulah jawaban dari pertanyaan tersebut. Banyak gejala yang mendukung ke arah yang mendukung jawaban tersebut.
Kasus Taiwan bisa dijadikan salah satu patokan, di mana Cina menekan habis-habisan negara yang tak menganut Kebijakan Satu Cina. Begitu pula dengan kasus penganugerahan hadiah Nobel kepada pembangkang negeri itu pada 10 Desember 2010, Beijing menekan berbagai negara untuk memboikot upacara pengerahan di Oslo. Tekanan pada kedua kasus lebih pada penggunaan instrumen politik dan ekonomi minus militer.
Tidak adanya tekanan memakai instrumen militer tak lain karena kemampuan proyeksi kekuatan laut Cina saat ini masih terbatas. Namun ceritanya akan lain ketika kemampuan proyeksi Angkatan Lautnya meningkat pasca 2020, terlebih ketika eks kapal induk Rusia telah selesai mereka perbaiki. Singkatnya, Cina akan petantang-petenteng pula di dunia, khususnya di kawasan Asia Pasifik.
Kondisi demikian perlu diantisipasi oleh Indonesia. Sebab Indonesia mulai banyak memakai sistem senjata buatan Cina dalam Angkatan Bersenjatanya. Jakarta mempunyai pula konflik dengan Beijing di ZEE Indonesia di Laut Cina Selatan. Sekali lagi, jangan sampai lepas dari mulut Washington (baca: macan) masuk ke mulut Beijing (baca:buaya).
Tinggalkan komentar anda tentang Jawaban Atas Pertanyaan Tentang Perilaku Cina

Pengembangan Armada RI


Informasi terbaru Pengembangan Armada RI

All hands,
Sesuai dengan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan, ke depan Armada RI akan dikembangkan menjadi tiga armada. Penambahan satu armada diarahkan ke wilayah timur, sehingga nantinya wilayah tanggungjawab Armada RI Kawasan Timur saat ini nampaknya akan dipecah menjadi dua armada. Rencana pengembangan ini sebenarnya bukan hal baru, sebab telah diperjuangkan sejak awal 2000-an oleh Angkatan Laut negeri ini.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pengembangan Armada RI membutuhkan sumberdaya yang tidak sedikit. Baik penyiapan infrastruktur, sistem senjata, organisasi maupun sumberdaya manusia. Mengingat bahwa pengembangan armada tersebut bersifat bertahap, tentu perlu perencanaan sejak dini untuk mewujudkannya. Misalnya yang krusial adalah pengembangan infrastruktur pangkalan, agar ke depan pangkalan armada baru betul-betul memenuhi kriteria sebuah pangkalan Angkatan Laut.
Untuk sistem senjata, menjadi tantangan besar untuk "membagi" sistem senjata Angkatan Laut ke dalam tiga armada. Singkatnya, dibutuhkan modernisasi kekuatan yang konsisten sesuai dengan MEF untuk mencapai kondisi bahwa setiap armada dilengkapi dengan sistem senjata yang memadai dari sisi kuantitas maupun kualitas. Yang krusial di sini antara lain soal penyebaran kapal kombatan pada ketiga armada nantinya, jangan sampai ada armada yang tak memiliki satuan kapal eskorta. Begitu pula dengan kapal selam, perlu ditinjau kembali kebutuhan masa depan seiring dengan akan berkembangnya Armada RI.
Tantangan pada organisasi maupun sumberdaya manusia juga tidak ringan. Semua itu hendaknya dirumuskan sejak dini, sehingga ketika Armada RI dikembangkan tidak ada kesan "didadak" dalam menata persebaran sumberdaya.
Tinggalkan komentar anda tentang Pengembangan Armada RI

Imitasi Cina Dan Operasi Gabungan Di Natuna


Informasi terbaru Imitasi Cina Dan Operasi Gabungan Di Natuna

All hands,
Dalam KTT ASEAN 2011, ASEAN secara resmi akan menerima keanggotaan Amerika Serikat dan Rusia dalam East Asia Summit (EAS). Diundangnya kedua negara yang pernah bermusuhan dalam era Perang Dingin tersebut oleh ASEAN tak lain dimaksudkan untuk mengimbangi peran Cina yang dinilai tidak mampu dihadapi sendirian oleh ASEAN. Pertanyaannya, bagaimana ekuilibrium kawasan Asia Pasifik pasca aksesi Washington dan Moskow ke dalam EAS?
Pada dasarnya ekuilibrium kawasan tidak akan berubah banyak, sebab sebelum kedua negara masuk EAS pada kenyataannya Amerika Serikat sudah berperan dominan di Asia Pasifik, antara lain ditandai dengan kehadiran Armada Pasifik. Yang menjadi tanda tanya adalah peran Rusia dengan Armada Pasifiknya, apakah akan lebih meningkat dibandingkan saat ini? Perlu diketahui bahwa Rusia sebenarnya juga memiliki masalah dengan Cina, khususnya menyangkut sistem senjata.
Sudah menjadi rahasia umum betapa Beijing dengan tanpa izin dari Moskow membuat imitasi sistem senjata keluaran Rusia yaitu pesawat tempur Sukhoi Su-33. Tindakan tersebut jelas melanggar kesepakatan IPR kedua negara yang ditandatangani pada 2008. Kenapa Beijing mengimitasi Su-33?
Hal ini tak lepas dari ambisi Beijing untuk segera mengoperasikan kapal induk yang dibuat berdasarkan tiga eks kapal induk Uni Soviet. Su-33 merupakan pesawat yang dirancang untuk beroperasi dari geladak kapal induk. Apabila pada sekitar 2020 Cina telah mampu mengoperasikan kapal induk, hal itu merupakan lampu kuning bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia.
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki sengketa wilayah dengan Cina mesti menempuh langkah antisipasi di sekitar Kepulauan Natuna. Satu di antaranya adalah mengkaji sejak dini pembentukan suatu komando pertahanan gabungan di sekitar ALKI I, dengan pangkalan aju di Pulau Natuna Besar. Rincian gagasan ini memang akan sangat panjang dan lebar dan tidak akan dibahas secara keseluruhan di sini.
Tinggalkan komentar anda tentang Imitasi Cina Dan Operasi Gabungan Di Natuna

Konsistensi Bantuan Amerika Serikat Kepada Indonesia


Informasi terbaru Konsistensi Bantuan Amerika Serikat Kepada Indonesia

All hands,
Sebagai negara mitra Indonesia, Amerika Serikat dalam beberapa tahun terakhir selalu konsisten membantu perkuatan kekuatan militer Indonesia, termasuk Angkatan Laut negeri ini. Pasca November 2005, Washington telah beberapa kali memberikan bantuan kepada kekuatan laut Indonesia. Hingga kini, bila ditarik garis lurus maka akan terlihat konsistensi tersebut.
Konsistensi itu yaitu konsisten memberikan bantuan yang tidak menambah fire power maupun mobilitas kekuatan Angkatan Laut. Jenis bantuan yang dikucurkan adalah bantuan yang "remeh-temeh", yang sebenarnya tanpa harus dibantu oleh Washington pun Jakarta bisa melaksanakan pengadaan barang atau sistem senjata itu secara mandiri menggunakan anggaran sendiri. Singkatnya, bantuan militer Amerika Serikat kepada kekuatan laut negeri ini sebenarnya tidak bernilai strategis, sementara bantuan yang dibutuhkan oleh Indonesia adalah yang bersifat strategis.
Dari sini terlihat betapa kemitraan komprehensif yang telah disepakati kedua negara belum dieksploitasi secara optimal oleh Indonesia. Harus diingat bahwa Washington membutuhkan Jakarta, sehingga Jakarta harus cerdas dalam meminta sumberdaya dari Washington dalam kemitraan tersebut.
Tinggalkan komentar anda tentang Konsistensi Bantuan Amerika Serikat Kepada Indonesia

Konsep Operasi Marinir Amerika Serikat Di Asia Pasifik


Informasi terbaru Konsep Operasi Marinir Amerika Serikat Di Asia Pasifik

All hands,
Kekuatan USMC merupakan satu dari dua tulang punggung gelar kekuatan yang dilaksanakan oleh militer Amerika Serikat dalam rangka mengamankan kepentingan nasionalnya. Kekuatan lainnya adalah saudara USMC, yaitu U.S. Navy. Keduanya selalu menjadi andalan untuk merespon krisis yang terjadi di berbagai belahan dunia. Terkait dengan peran sebagai kekuatan yang merespon krisis, sejak 2001 USMC telah menyusun konsep operasi di kawasan Asia Pasifik, baik secara mandiri alias matra tunggal maupun operasi gabungan.
Yang menarik untuk diperhatikan adalah konsep operasi matra tunggal yang dianut oleh USMC di kawasan. Sejak sembilan tahun terakhir USMC telah mampu menggelar operasi di kawasan Asia Pasifik dari pangkalan di Okinawa ke Asia Tenggara tanpa dukungan angkutan laut dan udara strategis. Maksudnya, Wing Udara Marinir yang berpangkalan di Okinawa mampu menggelar pergeseran pasukan dan logistik ke Asia Tenggara hanya dalam hitungan jam setelah perintah operasi dikeluarkan.
Kemampuan pergeseran kekuatan USMC itu didukung sepenuhnya oleh pesawat-pesawat angkut taktis, baik sayap tetap maupun sayap putar. Kedua jenis pesawat tersebut dilengkapi kemampuan melakukan pengisian bahan bakar udara dengan pesawat tanker KC-130 Hercules sebagai andalan. Seperti diketahui, kekuatan udara Marinir Amerika Serikat di Asia Pasifik bertumpu pada 1st Marine Air Wing (MAW) yang berpangkalan di Futenma guna mendukung operasi III Marine Expeditionary Force (MEF).
Dengan kemampuan menggeser kekuatan secara mandiri menggunakan berbagai pesawat udara taktis, tidak diragukan bahwa militer Amerika Serikat mampu merespon krisis di Asia Tenggara secara cepat (dalam hitungan jam). Hal itu juga menunjukkan bahwa seandainya pun di sekitar kawasan Asia Tenggara sedang tidak ada Marine Afloat yang berpangkalan di atas kapal serang amfibi, kondisi demikian sama sekali tidak berpengaruh signifikan terhadap militer Amerika Serikat guna merespon krisis.
Tinggalkan komentar anda tentang Konsep Operasi Marinir Amerika Serikat Di Asia Pasifik

Peluang Dari Defense Trade Cooperation Agreement


Informasi terbaru Peluang Dari Defense Trade Cooperation Agreement

All hands,
Banyak cara ditempuh oleh tidak sedikit negara di dunia untuk dapat menguasai teknologi yang terkait dengan sistem senjata. Satu di antaranya yaitu dengan menjalin kerjasama lewat ikatan Defense Trade Cooperation Agreement (DTCA) dengan negara pemilik teknologi tertentu. Melalui DTCA, suatu negara dapat mengakses teknologi tertentu yang dipunyai oleh negara mitra perjanjian tersebut. Biasanya DTCA mengatur soal teknologi sensitif, yang dalam konteks Angkatan Laut antara lain berupa teknologi kapal selam, enskripsi dan lain sebagainya.
Sejauh ini, Australia dan Inggris tercatat sebagai negara yang telah memiliki DTCA dengan Amerika Serikat. Perjanjian itu telah diratifikasi oleh Senat Amerika Serikat pada 2010, sehingga kini tinggal memasuki tahap pelaksanaan. Untuk kasus Australia, DTCA antara lain dikembangkan guna mendukung ambisi pembangunan 12 kapal selam baru menggantikan enam kapal selam kelas Collins. Seperti diketahui, Australia mempunyai pengalaman pahit dalam membangun dan mengoperasikan kapal selam kelas Collins, meskipun sebenarnya kapal selam itu teknologinya juga dipasok oleh Washington.
Terkait dengan Indonesia, ada baiknya bila Jakarta mengkaji kemungkinan penerapan DTCA dengan negara pemilik teknologi maju. Entah dengan Jerman, Rusia, Cina, India, Australia atau Amerika Serikat. DTCA merupakan salah satu peluang untuk memperkuat penguasaan teknologi sensitif di bidang militer dan pertahanan. Dengan DTCA, ada ikatan hukum yang mengikat Indonesia sehingga negara yang diajak kerjasama tidak terlalu khawatir akan terjadinya kebocoran informasi terkait teknologi yang mereka berikan kepada Indonesia.
Tinggalkan komentar anda tentang Peluang Dari Defense Trade Cooperation Agreement

Hubungan Kekuatan Maritim Dengan Kekuatan Udara


Informasi terbaru Hubungan Kekuatan Maritim Dengan Kekuatan Udara

All hands,
Selama ini di Indonesia terdapat pemahaman yang keliru terhadap istilah kekuatan maritim, termasuk di lingkungan militer. Kekuatan maritim disalahpahami menjadi sekedar kekuatan Angkatan Laut. Pemahaman demikian sangat jelas keliru, sebab kekuatan maritim merupakan gabungan dari kekuatan Angkatan Laut dan kekuatan lainnya, baik kekuatan sipil maupun militer. Artinya, kekuatan udara maupun kekuatan darat dapat menjadi bagian dari kekuatan maritim.
Menyangkut kekuatan udara, kekuatan ini sesungguhnya merupakan bagian tak terpisahkan dari kekuatan maritim. Hanya saja di Indonesia pemikiran demikian belum membumi, sebab seringkali kekuatan udara di negeri ini merasa berdiri sendiri. Padahal dalam operasi yang berlangsung pada domain maritim maupun daratan, kekuatan ikut sesungguhnya merupakan kekuatan yang mem-back keduanya.
Karena kekuatan udara adalah bagian dari kekuatan maritim, di Indonesia perlu dikembangkan suatu doktrin maritim yang komprehensif. Artinya, doktrin maritim harus pula menyediakan ruang untuk mengakomodasi peran kekuatan udara dalam operasi maritim. Doktrin maritim ini meskipun isinya pasti akan didominasi oleh kekuatan laut, tetapi harus tetap menyediakan ruang bagi kekuatan udara. Kekuatan udara yang dimaksud bukan semata Angkatan Udara, tetapi juga unsur penerbangan sipil yang dapat dimobilisasi bagi kepentingan operasi maritim.
Tinggalkan komentar anda tentang Hubungan Kekuatan Maritim Dengan Kekuatan Udara

Amerika Serikat Masih Dibutuhkan Di Kawasan Asia Pasifik


Informasi terbaru Amerika Serikat Masih Dibutuhkan Di Kawasan Asia Pasifik

All hands,
Sejak 2010 Amerika Serikat mendapat tantangan dari kawasan Asia Pasifik yang mempertaruhkan reputasinya. Tantangan itu datang dari Cina dan Korea Utara. Cina bersikeras soal klaimnya atas seluruh wilayah Laut Cina Selatan, sementara Korea Utara makin bertindak gila dengan memprovokasi Korea Selatan, misalnya penenggelaman kapal korvet ROKS Cheon An (PCC-772) pada 26 Maret 2010 dan penembakan meriam ke salah satu pulau Korea Selatan pada 23 November 2010.
Isu Laut Cina Selatan maupun Semenanjung Korea jelas merupakan tantangan terhadap kehadiran Amerika Serikat di kawasan. Sebab dalam kedua konflik tersebut, Cina merupakan aktor yang menantang Amerika Serikat dan sudah menjadi rahasia umum bahwa Korea Utara berani bertindak nekad karena faktor Cina. Dengan kata lain, sebenarnya yang menantang Washington di Asia Pasifik adalah Beijing.
Tentu saja tantangan demikian diladeni oleh Washington. Sebab hal itu terkait dengan kredibilitasnya di kawasan, sebab kegagalan menjawab tantangan itu akan mempengaruhi citra Amerika Serikat. Bukan tidak mungkin, akan muncul negara-negara lain di kawasan yang akan menantang Amerika Serikat karena yakin pamor Washington di wilayah ini telah menurun.
Dalam konteks ini, Indonesia sebaiknya memainkan dengan optimal posisi Amerika Serikat yang demikian. Maksudnya, Jakarta harus menggunakan kartu truf yang dipunyai guna meraih keuntungan sebesar-besarnya dari Washington. Toh Washington membutuhkan Jakarta untuk menghadapi Beijing. Cara ini jauh lebih menguntungkan bagi kepentingan nasional daripada Jakarta bertindak "nakal".
Suka atau tidak suka, kehadiran Washington di kawasan Asia Pasifik masih dibutuhkan. Sulit untuk membayangkan apabila hanya ada satu aktor dominan di kawasan ini yang dapat dengan seenaknya "menginjak kaki" negara lain. Perilaku "injak kaki" itu selama ini sudah terlihat gejalanya dari negara tertentu. Sulit untuk melawan perilaku "injak kaki" tersebut, sebab negara-negara di kawasan ini tidak memiliki instrumen kekuatan nasional yang setara dengan negara yang suka "injak kaki" itu. Hadirnya Amerika Serikat akan membantu negara-negara kawasan menghadapi perilaku "injak kaki" itu, meskipun semua pihak sadar Amerika Serikat juga sering bermain kasar di kawasan.
Tinggalkan komentar anda tentang Amerika Serikat Masih Dibutuhkan Di Kawasan Asia Pasifik

Kesatuan Sikap Dalam Berhadapan Dengan Militer Asing


Informasi terbaru Kesatuan Sikap Dalam Berhadapan Dengan Militer Asing

All hands,
Indonesia sebagai bangsa memiliki beragam kebutuhan dalam mengamankan kepentingan nasionalnya, satu di antaranya adalah kesatuan sikap dalam menghadapi tindakan militer asing yang dipandang melecehkan bangsa. Kesiapan sikap tersebut dibutuhkan mulai dari aparat pengambilan keputusan di tingkat atas hingga aparat operasional di bawah. Dalam konteks tersebut, pendekatan yang harus dilakukan hendaknya bukan saja terukur, tetapi mempunyai pula unsur shock therapy. Selama ini, nampak jelas bahwa upaya-upaya yang dilakukan untuk merespon pelecehan oleh militer asing, khususnya Angkatan Laut asing, sama sekali tidak memperhatikan aspek shock therapy agar peristiwa itu tidak terulang di kemudian hari.
Selama ini sepertinya ada kesan kuat akan ketakutan yang tidak beralasan untuk memberikan shock therapy. Di sinilah butir penting dari pentingnya kesatuan sikap secara nasional tersebut. Singkatnya, pengambil kebijakan politik hendaknya memberikan restu politik untuk memberikan shock therapy kepada pihak pelanggar. Tidak perlu takut dengan tindakan itu, sebab di manapun tindakan shock therapy senantiasa terukur. Aturan soal ini hendaknya dijabarkan dengan jelas dan bahasa yang terang serta hanya memiliki satu penafsiran tunggal dalam aturan pelibatan.
Tinggalkan komentar anda tentang Kesatuan Sikap Dalam Berhadapan Dengan Militer Asing

Mengefektifkan Penghapusan Sistem Senjata


Informasi terbaru Mengefektifkan Penghapusan Sistem Senjata

All hands,
Sistem senjata apapun mempunyai life time, sehingga suatu saat pasti akan dihapus. Begitu pula dengan berbagai sistem senjata yang memperkuat Angkatan Laut. Dalam konteks Indonesia, menjadi tantangan bagaimana mengefektifkan sistem senjata yang akan dihapus. Salah satu peluang yang tersedia untuk mengefektivitaskan hal tersebut adalah menjadikan sistem senjata yang akan dihapus sebagai sasaran ujicoba sistem senjata.
Misalnya rudal dan torpedo yang akan segera habis life time-nya ditembakkan terhadap sasaran yaitu kapal perang yang juga telah dihapus dari aset Angkatan Laut. Dengan demikian, ada keuntungan yang dapat diraih oleh kekuatan laut negeri ini. Yaitu menjaga kemampuan personel dalam penembakan rudal mulai dari proses identifikasi sasaran hingga penghancuran sasaran, tidak adanya rudal dan torpedo yang "terbuang" begitu saja dan mempermudah penghapusan kapal perang tanpa harus dipotong-potong sebagai besi tua.
Selain rudal dan torpedo yang akan segera dihapus, kapal perang yang dihapus dapat pula menjadi target dari ujicoba sistem senjata terbaru yang dimiliki oleh Angkatan Laut. Seperti rencana penghapusan LST kelas Teluk Langsa yang akan segera menjadi sasaran salah satu rudal jelajah dan canggih di dunia yang kini dipunyai oleh kekuatan laut Indonesia. Mengingat bahwa kapal perang buatan Amerika Serikat memiliki ketebalan baja yang cukup tebal ---mungkin hanya kalah dengan ketebalan baja pada kapal perang Rusia---, maka ujicoba penembakan sistem senjata yang ditakuti oleh negara-negara Barat tersebut sekaligus menjadi ajang pengetesan seberapa jauh daya rusak rudal itu.
Tinggalkan komentar anda tentang Mengefektifkan Penghapusan Sistem Senjata

Stabilitas Dari Laut


Informasi terbaru Stabilitas Dari Laut

All hands,
Dalam era globalisasi, stabilitas keamanan kawasan merupakan hal yang tak bisa dikompromikan dan ditawar. Karena tulang punggung globalisasi adalah laut, maka stabilitas keamanan kawasan akan senantiasa terkait dengan keamanan maritim. Dengan kata lain, laut adalah sumber stabilitas maupun instabilitas kawasan.
Kerangka berpikir seperti ini hendaknya melekat pada para pengambil keputusan di Indonesia. Alasannya tak lain dan tidak bukan karena dua pertiga wilayah Indonesia adalah perairan, di mana wilayah perairan tersebut merupakan dua pertiga dari luas kawasan Asia Tenggara. Namun dalam realitanya, sangat disayangkan bahwa para pengambil keputusan ---khususnya di Departemen Pertahanan--- tidak berpikir dalam kerangka demikian. Sebagai bukti adalah kekalahan Indonesia dalam urusan focal point kerjasama ADMM+, di mana Indonesia secara sadar dan dengan sengaja menyerahkan urusan stabilitas keamanan maritim di kawasan Asia Tenggara kepada Negeri Tukang Klaim dan negeri penindas Aborigin. Sebaliknya, Indonesia lebih senang mengambil posisi focal point dalam urusan pemeliharaan perdamaian yang sebenarnya tidak terkait dengan kepentingan nasional Indonesia yang bersifat survival maupun penting.
Baik Negeri Tukang Klaim maupun negeri penindas Aborigin sangat menyadari pentingnya stabilitas dari laut. Ambisi Negeri Tukang Klaim adalah kalau bisa pengendalian Indonesia atas Laut Natuna yang merupakan wilayah teritorial Indonesia dilenyapkan, sehingga tak ada lagi penghalang antara wilayah semenanjung dengan kawasan Sabah-Serawak. Adapun bagi negeri penindas Aborigin, kalau bisa Indonesia hanya mempunyai Angkatan Laut di atas kertas namun di laut tidak mampu menggelar kekuatan. Sebab eksistensi Angkatan Laut Indonesia yang kuat dan tak sekedar di atas kertas merupakan ancaman terhadap kebebasan bernavigasi dari dan menuju Australia.
Oleh karena itu, tak heran bila kedua negara anggota FPDA itu kompak mengusulkan diri untuk menjadi focal point bidang keamanan maritim dalam ADMM+. Masalahnya pula, Jakarta tidak merasa diri kalah soal kegagalan merebut kepemimpinan agenda keamanan maritim. Malah Jakarta lebih bangga mengurus perdamaian dunia. Artinya, Jakarta lebih suka mengurus mengurus halaman orang lain dan menyerahkan urusan halaman sendiri kepada orang lain.
Hal ini mirip dengan kasus Timor Timur 1999. Ketika Indonesia sedang berasyik-masyuk menyalurkan "syahwatnya" terhadap urusan perdamaian dunia di negeri orang, Jakarta tidak merasa kecolongan ketika ada orang lain mengurus perdamaian dunia di Timor Timur. Pola seperti ini sekali lagi mencerminkan bahwa stabilitas dari laut hanya dipahami oleh pihak asing yang luas lautnya lebih kecil daripada Indonesia, sementara Indonesia sendiri justru tak paham apa arti stabilitas dari laut.
Tinggalkan komentar anda tentang Stabilitas Dari Laut

Bersikap Realistis Dalam Proyek PKR


Informasi terbaru Bersikap Realistis Dalam Proyek PKR

All hands,
Pembangunan kapal perang di galangan perkapalan nasional di Surabaya melalui proyek PKR kini sudah memasuki babak realita, bukan lagi babak mimpi. Artinya, mimpi-mimpi indah sebagian pihak di Indonesia soal pelaksanaan proyek tersebut kini harus berhadapan dengan realita. Realita bahwa pemegang kunci dalam proyek ini bukan galangan perkapalan Indonesia, tetapi galangan perkapalan Belanda. Realita bahwa sebagian besar teknologi pembangunan kapal fregat itu dikuasai oleh Royal Schelde, bukan PT PAL. Realita bahwa subsistem pendukung PKR seperti sewaco dan propulsi dipasok oleh berbagai vendor dari Eropa Barat, bukan dari Indonesia.
Dalam pembangunan PKR di galangan perkapalan Indonesia tersebut, paling sedikit ada dua blok yang akan dibangun di galangan Royal Schelde. Keduanya mencakup sewaco dan propulsi, yang setelah dibangun baru kemudian akan dikapalkan ke Surabaya. Mengapa kedua subsistem itu digarap di Belanda?
Jawabannya tak bukan dan tidak lain karena vendor kedua subsistem adalah perusahaan-perusahaan Eropa yang secara geografis sangat dekat dengan Belanda. Misalnya Thales, Oto Melara, Pilstick dan lain sebagainya. Jaringan kedua subsistem sudah terbangun mapan di Eropa dan merupakan suatu cluster tersendiri.
Boleh saja pihak tertentu di Indonesia bersikeras agar pembangunan kedua subsistem dilakukan di Indonesia. Akan tetapi hal tersebut harus memperhatikan aspek teknologi, biaya dan jarak. Aspek teknologi yaitu tidak ada produsen subsistem yang mau memberikan cetak biru produknya secara gratis kepada konsumen. Singkatnya, Indonesia jangan berharap ada makan siang gratis.
Tentang aspek biaya, diperlukan biaya tambahan untuk membangun sistem itu di Indonesia, misalnya mendatangkan ratusan tenaga ahli dari masing-masing vendor subsistem ke Indonesia untuk pekerjaan integrasi sistem. Biaya mendatangkan mereka tidak murah, sebab semua kehidupan mereka di sini harus ditanggung oleh Indonesia. Tercakup pula dalam aspek biaya adalah ongkos pengangkutan berbagai komponen subsistem dari Eropa ke Indonesia.
Adapun soal aspek jarak, di kawasan Asia Pasifik belum ada cluster industri pertahanan seperti halnya di Eropa. Misalnya negara X spesialis pembuatan sewaco, negara Y keahliannya pada produksi senjata dan negara Z berfokus pada sistem pendorong. Sebab Asia bukanlah Eropa yang sudah matang melalui ratusan perang sejak era 1400-an hingga kini mampu berintegrasi menjadi satu komunitas.
Bertolak dari kondisi ini, sebaiknya Indonesia mengambil peluang yang realistis dari proyek PKR. Misalnya mematangkan ilmu membangun platform kapal perang, mematangkan ilmu soal integrasi sistem dalam kapal perang dan mematangkan diri sebagai "pencuri" ulung di bidang teknologi. Sebab dalam teknologi tidak dikenal adanya alih teknologi, yang dikenal cuma mencuri teknologi!!! Alih teknologi hanya bumbu politik yang mengecoh pihak yang tidak paham.
Tinggalkan komentar anda tentang Bersikap Realistis Dalam Proyek PKR