Ancaman Ranjau Di Choke Points


Informasi terbaru Ancaman Ranjau Di Choke Points

All hands,

Bagi negara-negara maju, salah satu ancaman yang diwaspadai pada wilayah choke points adalah ancaman peranjauan. Tidak sulit untuk menemukan kebenaran akan kewaspadaan itu, karena bisa dilacak pada beberapa latihan rutin Angkatan Laut negara-negara maju yang berfokus pada perburuan dan penyapuan ranjau di choke points. Negara-negara itu memang telah memiliki banyak pengalaman tentang ancaman peranjauan di perairan choke points, misalnya di Teluk Persia menjelang Selat Hormuz.

Seperti pernah ditulis sebelumnya, ranjau laut adalah senjata murah dengan daya rusak besar. Tak aneh bila banyak ahli strategi keamanan maritim berpendapat bahwa peperangan ranjau merupakan salah satu pilihan murah bagi aktor non negara untuk menghadapi aktor negara di laut. Oleh karena itu, kini kegiatan operasi perburuan dan penyapuan ranjau di perairan choke points, misalnya di perairan sekitar Eropa, menjadi menu rutin bagi Angkatan Laut negara-negara maju.

Indonesia hendaknya paham dengan isu tersebut. Isu itu sebenarnya juga ditakutkan oleh Negeri Penampung Koruptor, karena apabila terjadi maka kerugian yang harus ditanggung oleh negeri kecil itu berlipat-lipat ganda. Dalam konteks kepentingan nasional Indonesia, isu peperangan ranjau sesungguhnya dapat "dimainkan" oleh Indonesia terhadap beberapa negara di sekitar Indonesia.
Tinggalkan komentar anda tentang Ancaman Ranjau Di Choke Points

Mempertimbangkan Efektivitas Biaya Sistem Senjata


Informasi terbaru Mempertimbangkan Efektivitas Biaya Sistem Senjata

All hands,
Dalam pengadaan sistem senjata, banyak hal yang harus menjadi bahan pertimbangan. Baik dari aspek teknis, operasional , ekonomis hingga politik. Hal itu dapat dipahami karena sistem senjata merupakan perpaduan berbagai aspek tersebut. Karena itu, tidak jarang perencanaan pengadaan sistem senjata memakan waktu cukup lama, minimal dua atau tiga tahun sebelum direalisasikan dalam bentuk kontrak.
Dari aspek ekonomis, negara-negara maju sangat memperhitungkan efektivitas biaya. Maksudnya, mereka menghitung dengan cermat perbandingan antara harga beli sistem senjata dengan biaya selama daur hidupnya. Meminjam istilah yang lebih teknis, life cycle cost dihitung dengan cermat. Pemahaman dan penguasaan mereka terhadap life cycle cost analysis sudah sangat tajam.
Dalam life cycle cost analysis, variabel yang dihitung mencakup biaya investasi awal, biaya operasional sistem senjata, biaya pemeliharaan dan perbaikan, biaya penggantian dan residual value. Ketika menghitung life cycle cost analysis, nilai konstan mata uang yang digunakan dalam pengadaan dan pasca pengadaan (operasional dan pemeliharaan) turut dihitung pula. Bahkan biaya penghapusan pun tak luput untuk dihitung.
Meskipun Indonesia masih berstatus negara berkembang, alangkah baiknya apabila life cycle cost analysis juga diterapkan dalam pengadaan sistem senjata, termasuk sistem senjata Angkatan Laut. Dengan demikian, diharapkan biaya yang tidak sedikit dikeluarkan oleh negara untuk membeli suatu jenis sistem senjata ---misalnya kapal selam--- akan setimpal dengan biaya-biaya lanjutan yang harus dikeluarkan dalam daur hidup sistem senjata itu. Singkatnya, tidak ada jaminan bahwa suatu sistem senjata yang harganya "murah" otomatis biaya yang harus dikeluarkan dalam siklus hidupnya lebih murah daripada sistem senjata yang lebih "mahal".
Tinggalkan komentar anda tentang Mempertimbangkan Efektivitas Biaya Sistem Senjata

Radford-Collins Agreement


Informasi terbaru Radford-Collins Agreement

All hands,
Australia sangat berkepentingan dengan SLOC di Indonesia, sehingga dengan cara apapun harus dipertahankan. Terkait hal tersebut, salah satu langkah yang ditempuh adalah bekerjasama dengan Amerika Serikat. Bentuknya adalah Radford-Collins Agreement yang ditandangani pada Maret 1951 oleh Laksamana Arthur Radford CinC U.S. Pacom dan Laksamana Muda John Collins Kepala Staf Angkatan Laut Australia. Cakupan Radford-Collins Agreement meliputi Samudera India dan Samudera Pasifik, dengan salah satu fokus adalah SLOC di Asia Tenggara (baca: Indonesia).
Hingga sekarang Radford-Collins Agreement masih berlaku, hanya saja memang jarang disebut. Bahkan dalam konteks Indonesia, nampaknya tidak banyak pihak yang paham soal perjanjian itu. Radford-Collins Agreement dalam beberapa tahun terakhir kembali menjadi perhatian di Australia seiring adanya ancaman keamanan maritim di perairan Asia Tenggara, khususnya Asia Tenggara. Keluaran dari perbincangan tentang perjanjian tersebut adalah Australia tidak akan ragu menggunakan klausul dalam Radford-Collins Agreement apabila Indonesia tidak mampu mengamankan SLOC yang berada di wilayahnya.
Pertanyaannya adalah apakah Persetujuan Lombok tidak dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk "menangkis" Radford-Collins Agreement? Secara kasat mata terdapat beberapa peluang dalam Persetujuan Lombok yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia terkait pengamanan SLOC.
Tinggalkan komentar anda tentang Radford-Collins Agreement

Mengebiri Kekuatan Laut Indonesia


Informasi terbaru Mengebiri Kekuatan Laut Indonesia

All hands,
Sudah menjadi rahasia umum bahwa beberapa kekuatan utama dunia berupaya mengebiri kekuatan laut Indonesia. Sebagai contoh adalah pembatasan jumlah rudal permukaan ke permukaan dan rudal permukaan ke udara dan torpedo yang boleh dibeli untuk memperkuat kapal perang Negeri Nusantara. Kalaupun rudal itu boleh dibeli, ada sederet persyaratan yang harus disetujui oleh Indonesia terlebih dahulu. Situasi ini sudah terlihat ketika Angkatan Laut Indonesia mengakuisisi kapal perang kelas Sigma beberapa tahun lalu.
Upaya mengebiri kekuatan laut Indonesia tak lepas dari potensi Indonesia yang seharusnya menjadi kekuatan laut terbesar di kawasan Asia Tenggara karena luasan geografisnya. Potensi itu dianggap membahayakan negara-negara di sekitar Indonesia, khususnya negeri penyiksa kaum Aborigin, Negeri Tukang Klaim dan Negeri Penampung Koruptor. Lihat saja betapa mudahnya ketiga negara memperoleh berbagai jenis rudal dari beberapa negara produsen nyari tanpa pembatasan dan syarat yang ketat.
Guna menghadapi situasi demikian, solusi paling realistis adalah membeli rudal dan torpedo dari negara yang tidak menerapkan persyaratan ketat kepada Indonesia. Untuk melaksanakan solusi itu sebenarnya tidak sulit selama keterbatasan anggaran tidak lagi dijadikan pembenaran oleh pengambil kebijakan nasional dalam hal pembangunan kekuatan Angkatan Laut. Berpalingnya Indonesia ke negara-negara lain akan merugikan negara-negara yang selama ini berupaya mengebiri pembangunan kekuatan laut Indonesia, sebab pasar mereka berkurang karena kebijakan mereka sendiri.
Selain rudal dan torpedo, isu pembatasan peluru meriam pun tidak boleh dilewatkan. Untuk peluru meriam ini memang agak rumit, karena meriamnya adalah merek tertentu sehingga munisinya pun harus yang sama dengan itu. Tidak jarang untuk mendapatkan jumlah munisi yang cukup sesuai dengan persyaratan logistik, pengadaannya dilakukan lewat jalur belakang.
Selain solusi itu. perlu pendekatan Indonesia kepada negara-negara yang selama ini berupaya mengebiri pembangunan kekuatan laut Indonesia. Indonesia harus mampu membujuk mereka untuk mengubah kebijakannya. Guna membujuk, kartu-kartu seperti Cina bisa dimainkan sebab negara-negara itu memerlukan Indonesia dalam membendung hegemoni Cina. Apapun kartu yang tersedia di atas meja, semua harus dimainkan demi kepentingan nasional Indonesia khusus pembangunan kekuatan Angkatan Laut.
Tinggalkan komentar anda tentang Mengebiri Kekuatan Laut Indonesia

Krisis Libya Dan Respon Angkatan Laut Amerika Serikat


Informasi terbaru Krisis Libya Dan Respon Angkatan Laut Amerika Serikat

All hands,
Krisis Libya yang merupakan rangkaian revolusi di Tanah Arab menimbulkan keprihatinan dan perhatian dari banyak negara. Sebab kepentingan asing di Libya ada berbagai macam, mulai dari mengamankan warga negara mereka di negeri itu, pasokan minyak dan gas Libya hingga pada bahan senjata kimia yang dipunyai oleh negeri kelahiran Omar Mokhtar tersebut. Amerika Serikat dan NATO adalah pihak yang berkepentingan besar terhadap krisis di Libya, sehingga mereka bersiap untuk melaksanakan intervensi.
Sudah merupakan hal yang lumrah bila Angkatan Laut menjadi kekuatan utama untuk merespon krisis dan sekali lagi hal itu dipraktekkan pula di Libya. Amerika Serikat merasa perlu untuk menyebarkan satu Gugus Serang Amfibi dan satu Gugus Ekspedisi Serang Kapal Induk ke perairan Laut Tengah. Kondisi demikian menunjukkan bahwa apa yang ditempuh oleh Amerika Serikat bukan lagi diplomasi Angkatan Laut, tetapi sudah mencapai tingkat gunboat diplomacy. Dikategorikan gunboat diplomacy sebab dalam dua gugus tugas yang disebarkan itu telah mengandung unsur suasi aktif.
Kedua gugus tugas tersebut sangat mungkin pula akan menggelar operasi HADR dalam bentuk Non-Combatant Evacuation Operation (NEO). Bahkan lebih jauh, eskalasi konflik di Libya akan mendorong pula penerapan No Fly Zone di Libya sebagaimana dulu diterapkan di Irak. Penegakan No Fly Zone akan lebih efektif bila dilaksanakan dari kapal induk daripada pangkalan di darat, sebab Washington tak memerlukan lagi beragam prosedur diplomatik di negara tuan rumah pangkalan udara Amerika Serikat. Sekaligus memperkecil peluang meningkatnya kebencian terhadap Amerika Serikat di Tanah Arab.
Krisis Libya sekali lagi membuktikan betapa karakter kekuatan laut yang unik menjadikan Angkatan Laut sebagai perespon krisis. Itulah keunggulan Angkatan Laut yang seharusnya juga dieksploitasi seoptimal mungkin di Indonesia sebagai negeri yang dua pertiga wilayahnya adalah lautan.
Tinggalkan komentar anda tentang Krisis Libya Dan Respon Angkatan Laut Amerika Serikat

Mempertimbangkan Kapal Munisi


Informasi terbaru Mempertimbangkan Kapal Munisi

All hands,
Dalam jajaran kapal bantu Angkatan Laut, salah satu sub jenisnya adalah kapal munisi. Sesuai dengan namanya, kapal munisi berfungsi sebagai arsenal berjalan bagi Gugus Tugas kapal perang. Berbagai jenis munisi tersedia di kapal tersebut, seperti munisi meriam berbagai kaliber, peluru suar hingga rudal dan torpedo. Dengan adanya kapal munisi, maka bekal ulang bagi kapal perang jenis kombatan akan lebih mudah dan hemat waktu, sebab RAS dapat dilaksanakan di tengah laut sambil berlayar.
Di Indonesia, di masa lalu terdapat kapal munisi dengan fungsi terbatas dalam susunan tempur Angkatan Laut. Misalnya adalah RI Ratulangi yang merupakan kapal tender kapal selam, di mana kapal selam kelas Whiskey didukung operasionalnya oleh kapal perang itu. Sesuai dengan fungsinya, RI Ratulangi antara lain dapat melaksanakan bekal ulang torpedo bagi kapal selam kelas Whiskey, di samping bisa pula mendukung ketersediaan suku cadang yang diperlukan oleh kapal selam buatan Uni Soviet ketika sedang beroperasi. Karena fungsinya tersebut, RI Ratulangi merupakan satu dari sedikit kapal permukaan yang tergabung dalam Komando Djenis Kapal Selam alias Kodjenkasel yang sekarang dikenal sebagai Satuan Kapal Selam atau Satsel.
Saat ini boleh dikatakan tak ada kapal bantu di jajaran Angkatan Laut Indonesia yang mempunyai fungsi khusus yaitu sebagai kapal munisi. Memperhatikan tantangan operasional di laut ke depan, perlu dipertimbangkan kehadiran kembali kapal munisi dalam susunan tempur armada negeri ini. Kapal munisi itu lebih bersifat umum daripada RI Ratulangi di masa lalu, artinya muatan munisinya harus berbagai jenis sistem senjata dan tak hanya untuk satu sistem senjata tertentu. Dengan adanya kapal munisi, maka bekal ulang munisi bagi kapal perang tidak harus menunggu kembali ke pangkalan yang jelas tidak hemat waktu dan jarak.
Bisa dibayangkan apabila rudal Exocet yang terdiri dari empat tabung dari suatu kapal perang habis ditembakkan semua, tentu tidak efisien apabila kapal itu harus kembali ke garis belakang dahulu untuk mengisi ulang munisinya. Dengan kehadiran kapal munisi, bekal ulang dapat dilakukan di lapangan alias di tempat kapal perang permukaan bertugas. Begitu pula dengan kebutuhan munisi bagi berbagai jenis meriam, termasuk di dalamnya meriam serbaguna 76 mm.
Tinggalkan komentar anda tentang Mempertimbangkan Kapal Munisi

Intelijen Dan Pengambilan Keputusan


Informasi terbaru Intelijen Dan Pengambilan Keputusan

All hands,
Dalam dunia pertahanan dan militer, pengambilan keputusan pada tingkat kebijakan, strategis dan taktis harus senantiasa didukung oleh masukan dari komunitas intelijen. Bila tidak, dipastikan keputusan yang diambil "tidak sempurna" dan sangat mungkin akan "berantakan" pada tingkat operasional di lapangan. Namun demikian, sangat disayangkan tidak jarang pada tingkat kebijakan pertahanan pengambilan keputusan belum ditunjang oleh masukan dari komunitas intelijen secara optimal.
Sebagai contoh, seberapa besar kontribusi komunitas intelijen dalam penyusunan kebijakan-kebijakan strategis yang terkait dengan pertahanan? Sudah menjadi rahasia umum bahwa Departemen Pertahanan tidak mempunyai satuan kerja intelijen strategis yang berfungsi memberikan asupan dalam proses pengambilan keputusan. Sebaliknya, masukan intelijen masih bertumpu pada Bais yang merupakan lembaga intelijen Angkatan Bersenjata negeri ini. Tentu saja "lahan" Bais berbeda dengan domain bisnis Departemen Pertahanan, sebab user Bais adalah Panglima TNI.
Pada sisi lain, tidak dapat dipungkiri pula terkadang masukan dari komunitas intelijen tidak selaras dengan kebutuhan pengambil kebijakan. Hal seperti ini sudah seringkali terjadi, namun sayangnya belum ada upaya untuk memperbaiki kesenjangan yang terjadi. Keluaran dari semua itu adalah kebijakan yang "tidak membumi".
Inilah satu di antara beberapa tantangan yang dihadapi dalam proses pengambilan keputusan. Pertanyaannya, apakah kondisi ini akan terus dibiarkan? Kalau hendak dibenahi, perlu ada langkah perbaikan. Pada tingkat pengambil keputusan, hendaknya lebih mengoptimalkan peran intelijen dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Sedangkan pada komunitas intelijen sendiri, perlu mengubah paradigma menjadi outward looking sehingga tidak terkontaminasi dengan penitikberatan pada tugas pengamanan yang sesungguhnya bersifat internal, sebab bagi sebagian pihak ada perbedaan signifikan antara komunitas intelijen dengan komunitas pengamanan.
Tinggalkan komentar anda tentang Intelijen Dan Pengambilan Keputusan

Sistem Beladiri Kapal Amfibi


Informasi terbaru Sistem Beladiri Kapal Amfibi

All hands,
Apabila diperhatikan lebih jauh, kapal amfibi buatan Rusia dan negara-negara eks Blok Timur memiliki sistem beladiri yang lengkap dan mematikan, tidak kalah mematikan dibandingkan kapal kombatannya. Lihat saja persenjataan yang melengkapi kapal amfibi Rusia, begitu pula persenjataan asli LST kelas Frosch Jerman Timur sebelum dialihkan kepada Indonesia. Kapal-kapal itu dilengkapi rudal anti kapal permukaan dan udara yang memadai, di samping meriam serbaguna.
Adapun kapal amfibi buatan Amerika Serikat seperti LHD, LSD dan LHA dilengkapi dengan sistem senjata beladiri yang memadai pula, meskipun tak seberat buatan Rusia. Kapal amfibi buatan Uwak Sam biasanya dilengkapi dengan CIWS Phalanx, adapun meriam boleh dikatakan tak dipasang di kapal tersebut. Adapun rudal anti kapal boleh dikatakan tidak melengkapi kapal tersebut. Meskipun demikian, keandalan CIWS Phalanx tak perlu diragukan lagi.
Sistem beladiri kapal amfibi pada dasarnya untuk berjaga-jaga seandainya tabir perlindungan yang diberikan oleh kapal kombatan mampu ditembus oleh sistem senjata lawan. Di samping kapal kombatan, perlindungan terhadap kapal amfibi diberikan pula oleh pesawat udara, khususnya pesawat udara yang berpangkalan di atas kapal perang. Sistem beladiri pada kapal amfibi juga bermanfaat bagi ancaman di kawasan littoral, misalnya rudal anti kapal permukaan yang ditembakkan oleh musuh.
Di Indonesia, sistem beladiri kapal amfibi perlu ditinjau ulang. Sebab sistem senjata yang melengkapi kapal amfibi sudah tidak langi memadai untuk menjawab ancaman teknologi senjata yang berkembang, baik pesawat udara maupun rudal anti kapal. Senapan mesin 12.7 mm maupun meriam 40 mm jelas bukan lawan bagi pesawat udara maupun rudal anti kapal. Selain itu, perlu pula dikembangkan asumsi bahwa perlindungan yang diberikan oleh kapal tabir mampu ditembus oleh lawan, sehingga kapal amfibi perlu diperkuat dengan sistem beladiri yang memadai pula.
Tinggalkan komentar anda tentang Sistem Beladiri Kapal Amfibi

Mimpi Yang Keropos


Informasi terbaru Mimpi Yang Keropos

All hands,
Berdiskusi tentang industri pertahanan nasional, selama ini ada satu yang dilewatkan oleh banyak pihak dan sebaliknya hanya dipahami oleh sedikit kalangan. Apa itu? Jawabannya tidak perlu panjang, yakni industri pertahanan Indonesia tidak didukung oleh basis yang kuat.
Apa yang dimaksud dengan basis yang kuat? Indonesia pertahanan Indonesia tidak didukung oleh penelitian dan pengembangan yang mumpuni, tak pula didukung oleh industri-industri vendor nasional yang kuat. Sehingga kalau ada pihak yang selama ini berbicara tentang local content, sebagian besar bahasan soal itu cenderung kurang berdasar. Mengapa demikian? Local content tidak dapat didefinisikan sebatas manusia yang menjadi tenaga kerja saja, tetapi mencakup pula material yang dipasok dan dibuat oleh industri nasional, misalnya SME alias small and medium enterprises.
SME adalah basis industri pertahanan di negara-negara Eropa. Industri pertahanan seperti BAe, Thales, EADS dan lain sebagainya didukung oleh ratusan atau bahkan ribuan SME. SME itulah yang membuat berbagai subparts dari sebuah sistem senjata, entah itu rudal, kapal perang, pesawat udara dan lain sebagainya. SME itu pula yang menjadi basis industri pertahanan negara-negara Eropa sehingga pijakan industri itu sangat kokoh dan mampu berkompetisi dengan industri serupa dari seberang Samudera Atlantik.
Memang benar bahwa Indonesia mempunyai sejumlah industri pertahanan. Sayangnya, industri itu tidak mempunyai basis yang kuat alias basisnya keropos. Sebagai contoh, seberapa banyak peran vendor yang berstatus SME untuk mendukung terbangunnya sebuah pesawat udara buatan industri di Bandung atau kapal perang produksi galangan di Ujung, Surabaya? Boleh dikatakan nyaris tak ada SME nasional yang mendukung industri tersebut.
Eksistensi SME untuk mendukung industri pertahanan nasional sifatnya strategis, karena dengan demikian industri itu bisa menggerakkan ekonomi secara signifikan dan terdistribusikan secara luas. Sehingga industri pertahanan tidak lagi dicap sebagai industri menara gading yang tidak dirasakan manfaatnya oleh industri-industri vendor nasional.
Dengan kondisi seperti saat ini, pertanyaannya apakah akan ada kontribusi signifikan dari ambisi membangun kapal perang fregat dan kapal selam di dalam negeri terhadap industri pertahanan nasional secara luas? Yang dimaksud secara luas yaitu bukan saja keuntungan material dan non material yang dinikmati oleh industri yang merakit kapal itu, tetapi keuntungan serupa dirasakan oleh industri-industri yang menjadi vendor galangan perkapalan nasional itu.
Tinggalkan komentar anda tentang Mimpi Yang Keropos

Jawaban Atas Pertanyaan Tentang Perilaku Cina


Informasi terbaru Jawaban Atas Pertanyaan Tentang Perilaku Cina

All hands,
Cina kini tumbuh menjadi kekuatan politik, ekonomi dan militer baru di tingkat kawasan dan global. Salah satu pertanyaan yang mengusik negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik adalah bagaimana perilaku Cina apabila ketiga instrumen kekuatan nasionalnya makin kuat dan menjadi pesaing Amerika Serikat. Kini jawaban atas pertanyaan itu mulai menemukan bentuknya.
Cina tidak akan jauh berbeda dengan Amerika Serikat dalam perilakunya di kawasan ketika kekuatan politik, ekonomi dan militernya makin kuat. Itulah jawaban dari pertanyaan tersebut. Banyak gejala yang mendukung ke arah yang mendukung jawaban tersebut.
Kasus Taiwan bisa dijadikan salah satu patokan, di mana Cina menekan habis-habisan negara yang tak menganut Kebijakan Satu Cina. Begitu pula dengan kasus penganugerahan hadiah Nobel kepada pembangkang negeri itu pada 10 Desember 2010, Beijing menekan berbagai negara untuk memboikot upacara pengerahan di Oslo. Tekanan pada kedua kasus lebih pada penggunaan instrumen politik dan ekonomi minus militer.
Tidak adanya tekanan memakai instrumen militer tak lain karena kemampuan proyeksi kekuatan laut Cina saat ini masih terbatas. Namun ceritanya akan lain ketika kemampuan proyeksi Angkatan Lautnya meningkat pasca 2020, terlebih ketika eks kapal induk Rusia telah selesai mereka perbaiki. Singkatnya, Cina akan petantang-petenteng pula di dunia, khususnya di kawasan Asia Pasifik.
Kondisi demikian perlu diantisipasi oleh Indonesia. Sebab Indonesia mulai banyak memakai sistem senjata buatan Cina dalam Angkatan Bersenjatanya. Jakarta mempunyai pula konflik dengan Beijing di ZEE Indonesia di Laut Cina Selatan. Sekali lagi, jangan sampai lepas dari mulut Washington (baca: macan) masuk ke mulut Beijing (baca:buaya).
Tinggalkan komentar anda tentang Jawaban Atas Pertanyaan Tentang Perilaku Cina

Pengembangan Armada RI


Informasi terbaru Pengembangan Armada RI

All hands,
Sesuai dengan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan, ke depan Armada RI akan dikembangkan menjadi tiga armada. Penambahan satu armada diarahkan ke wilayah timur, sehingga nantinya wilayah tanggungjawab Armada RI Kawasan Timur saat ini nampaknya akan dipecah menjadi dua armada. Rencana pengembangan ini sebenarnya bukan hal baru, sebab telah diperjuangkan sejak awal 2000-an oleh Angkatan Laut negeri ini.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pengembangan Armada RI membutuhkan sumberdaya yang tidak sedikit. Baik penyiapan infrastruktur, sistem senjata, organisasi maupun sumberdaya manusia. Mengingat bahwa pengembangan armada tersebut bersifat bertahap, tentu perlu perencanaan sejak dini untuk mewujudkannya. Misalnya yang krusial adalah pengembangan infrastruktur pangkalan, agar ke depan pangkalan armada baru betul-betul memenuhi kriteria sebuah pangkalan Angkatan Laut.
Untuk sistem senjata, menjadi tantangan besar untuk "membagi" sistem senjata Angkatan Laut ke dalam tiga armada. Singkatnya, dibutuhkan modernisasi kekuatan yang konsisten sesuai dengan MEF untuk mencapai kondisi bahwa setiap armada dilengkapi dengan sistem senjata yang memadai dari sisi kuantitas maupun kualitas. Yang krusial di sini antara lain soal penyebaran kapal kombatan pada ketiga armada nantinya, jangan sampai ada armada yang tak memiliki satuan kapal eskorta. Begitu pula dengan kapal selam, perlu ditinjau kembali kebutuhan masa depan seiring dengan akan berkembangnya Armada RI.
Tantangan pada organisasi maupun sumberdaya manusia juga tidak ringan. Semua itu hendaknya dirumuskan sejak dini, sehingga ketika Armada RI dikembangkan tidak ada kesan "didadak" dalam menata persebaran sumberdaya.
Tinggalkan komentar anda tentang Pengembangan Armada RI

Imitasi Cina Dan Operasi Gabungan Di Natuna


Informasi terbaru Imitasi Cina Dan Operasi Gabungan Di Natuna

All hands,
Dalam KTT ASEAN 2011, ASEAN secara resmi akan menerima keanggotaan Amerika Serikat dan Rusia dalam East Asia Summit (EAS). Diundangnya kedua negara yang pernah bermusuhan dalam era Perang Dingin tersebut oleh ASEAN tak lain dimaksudkan untuk mengimbangi peran Cina yang dinilai tidak mampu dihadapi sendirian oleh ASEAN. Pertanyaannya, bagaimana ekuilibrium kawasan Asia Pasifik pasca aksesi Washington dan Moskow ke dalam EAS?
Pada dasarnya ekuilibrium kawasan tidak akan berubah banyak, sebab sebelum kedua negara masuk EAS pada kenyataannya Amerika Serikat sudah berperan dominan di Asia Pasifik, antara lain ditandai dengan kehadiran Armada Pasifik. Yang menjadi tanda tanya adalah peran Rusia dengan Armada Pasifiknya, apakah akan lebih meningkat dibandingkan saat ini? Perlu diketahui bahwa Rusia sebenarnya juga memiliki masalah dengan Cina, khususnya menyangkut sistem senjata.
Sudah menjadi rahasia umum betapa Beijing dengan tanpa izin dari Moskow membuat imitasi sistem senjata keluaran Rusia yaitu pesawat tempur Sukhoi Su-33. Tindakan tersebut jelas melanggar kesepakatan IPR kedua negara yang ditandatangani pada 2008. Kenapa Beijing mengimitasi Su-33?
Hal ini tak lepas dari ambisi Beijing untuk segera mengoperasikan kapal induk yang dibuat berdasarkan tiga eks kapal induk Uni Soviet. Su-33 merupakan pesawat yang dirancang untuk beroperasi dari geladak kapal induk. Apabila pada sekitar 2020 Cina telah mampu mengoperasikan kapal induk, hal itu merupakan lampu kuning bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia.
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki sengketa wilayah dengan Cina mesti menempuh langkah antisipasi di sekitar Kepulauan Natuna. Satu di antaranya adalah mengkaji sejak dini pembentukan suatu komando pertahanan gabungan di sekitar ALKI I, dengan pangkalan aju di Pulau Natuna Besar. Rincian gagasan ini memang akan sangat panjang dan lebar dan tidak akan dibahas secara keseluruhan di sini.
Tinggalkan komentar anda tentang Imitasi Cina Dan Operasi Gabungan Di Natuna

Konsistensi Bantuan Amerika Serikat Kepada Indonesia


Informasi terbaru Konsistensi Bantuan Amerika Serikat Kepada Indonesia

All hands,
Sebagai negara mitra Indonesia, Amerika Serikat dalam beberapa tahun terakhir selalu konsisten membantu perkuatan kekuatan militer Indonesia, termasuk Angkatan Laut negeri ini. Pasca November 2005, Washington telah beberapa kali memberikan bantuan kepada kekuatan laut Indonesia. Hingga kini, bila ditarik garis lurus maka akan terlihat konsistensi tersebut.
Konsistensi itu yaitu konsisten memberikan bantuan yang tidak menambah fire power maupun mobilitas kekuatan Angkatan Laut. Jenis bantuan yang dikucurkan adalah bantuan yang "remeh-temeh", yang sebenarnya tanpa harus dibantu oleh Washington pun Jakarta bisa melaksanakan pengadaan barang atau sistem senjata itu secara mandiri menggunakan anggaran sendiri. Singkatnya, bantuan militer Amerika Serikat kepada kekuatan laut negeri ini sebenarnya tidak bernilai strategis, sementara bantuan yang dibutuhkan oleh Indonesia adalah yang bersifat strategis.
Dari sini terlihat betapa kemitraan komprehensif yang telah disepakati kedua negara belum dieksploitasi secara optimal oleh Indonesia. Harus diingat bahwa Washington membutuhkan Jakarta, sehingga Jakarta harus cerdas dalam meminta sumberdaya dari Washington dalam kemitraan tersebut.
Tinggalkan komentar anda tentang Konsistensi Bantuan Amerika Serikat Kepada Indonesia

Konsep Operasi Marinir Amerika Serikat Di Asia Pasifik


Informasi terbaru Konsep Operasi Marinir Amerika Serikat Di Asia Pasifik

All hands,
Kekuatan USMC merupakan satu dari dua tulang punggung gelar kekuatan yang dilaksanakan oleh militer Amerika Serikat dalam rangka mengamankan kepentingan nasionalnya. Kekuatan lainnya adalah saudara USMC, yaitu U.S. Navy. Keduanya selalu menjadi andalan untuk merespon krisis yang terjadi di berbagai belahan dunia. Terkait dengan peran sebagai kekuatan yang merespon krisis, sejak 2001 USMC telah menyusun konsep operasi di kawasan Asia Pasifik, baik secara mandiri alias matra tunggal maupun operasi gabungan.
Yang menarik untuk diperhatikan adalah konsep operasi matra tunggal yang dianut oleh USMC di kawasan. Sejak sembilan tahun terakhir USMC telah mampu menggelar operasi di kawasan Asia Pasifik dari pangkalan di Okinawa ke Asia Tenggara tanpa dukungan angkutan laut dan udara strategis. Maksudnya, Wing Udara Marinir yang berpangkalan di Okinawa mampu menggelar pergeseran pasukan dan logistik ke Asia Tenggara hanya dalam hitungan jam setelah perintah operasi dikeluarkan.
Kemampuan pergeseran kekuatan USMC itu didukung sepenuhnya oleh pesawat-pesawat angkut taktis, baik sayap tetap maupun sayap putar. Kedua jenis pesawat tersebut dilengkapi kemampuan melakukan pengisian bahan bakar udara dengan pesawat tanker KC-130 Hercules sebagai andalan. Seperti diketahui, kekuatan udara Marinir Amerika Serikat di Asia Pasifik bertumpu pada 1st Marine Air Wing (MAW) yang berpangkalan di Futenma guna mendukung operasi III Marine Expeditionary Force (MEF).
Dengan kemampuan menggeser kekuatan secara mandiri menggunakan berbagai pesawat udara taktis, tidak diragukan bahwa militer Amerika Serikat mampu merespon krisis di Asia Tenggara secara cepat (dalam hitungan jam). Hal itu juga menunjukkan bahwa seandainya pun di sekitar kawasan Asia Tenggara sedang tidak ada Marine Afloat yang berpangkalan di atas kapal serang amfibi, kondisi demikian sama sekali tidak berpengaruh signifikan terhadap militer Amerika Serikat guna merespon krisis.
Tinggalkan komentar anda tentang Konsep Operasi Marinir Amerika Serikat Di Asia Pasifik

Peluang Dari Defense Trade Cooperation Agreement


Informasi terbaru Peluang Dari Defense Trade Cooperation Agreement

All hands,
Banyak cara ditempuh oleh tidak sedikit negara di dunia untuk dapat menguasai teknologi yang terkait dengan sistem senjata. Satu di antaranya yaitu dengan menjalin kerjasama lewat ikatan Defense Trade Cooperation Agreement (DTCA) dengan negara pemilik teknologi tertentu. Melalui DTCA, suatu negara dapat mengakses teknologi tertentu yang dipunyai oleh negara mitra perjanjian tersebut. Biasanya DTCA mengatur soal teknologi sensitif, yang dalam konteks Angkatan Laut antara lain berupa teknologi kapal selam, enskripsi dan lain sebagainya.
Sejauh ini, Australia dan Inggris tercatat sebagai negara yang telah memiliki DTCA dengan Amerika Serikat. Perjanjian itu telah diratifikasi oleh Senat Amerika Serikat pada 2010, sehingga kini tinggal memasuki tahap pelaksanaan. Untuk kasus Australia, DTCA antara lain dikembangkan guna mendukung ambisi pembangunan 12 kapal selam baru menggantikan enam kapal selam kelas Collins. Seperti diketahui, Australia mempunyai pengalaman pahit dalam membangun dan mengoperasikan kapal selam kelas Collins, meskipun sebenarnya kapal selam itu teknologinya juga dipasok oleh Washington.
Terkait dengan Indonesia, ada baiknya bila Jakarta mengkaji kemungkinan penerapan DTCA dengan negara pemilik teknologi maju. Entah dengan Jerman, Rusia, Cina, India, Australia atau Amerika Serikat. DTCA merupakan salah satu peluang untuk memperkuat penguasaan teknologi sensitif di bidang militer dan pertahanan. Dengan DTCA, ada ikatan hukum yang mengikat Indonesia sehingga negara yang diajak kerjasama tidak terlalu khawatir akan terjadinya kebocoran informasi terkait teknologi yang mereka berikan kepada Indonesia.
Tinggalkan komentar anda tentang Peluang Dari Defense Trade Cooperation Agreement

Hubungan Kekuatan Maritim Dengan Kekuatan Udara


Informasi terbaru Hubungan Kekuatan Maritim Dengan Kekuatan Udara

All hands,
Selama ini di Indonesia terdapat pemahaman yang keliru terhadap istilah kekuatan maritim, termasuk di lingkungan militer. Kekuatan maritim disalahpahami menjadi sekedar kekuatan Angkatan Laut. Pemahaman demikian sangat jelas keliru, sebab kekuatan maritim merupakan gabungan dari kekuatan Angkatan Laut dan kekuatan lainnya, baik kekuatan sipil maupun militer. Artinya, kekuatan udara maupun kekuatan darat dapat menjadi bagian dari kekuatan maritim.
Menyangkut kekuatan udara, kekuatan ini sesungguhnya merupakan bagian tak terpisahkan dari kekuatan maritim. Hanya saja di Indonesia pemikiran demikian belum membumi, sebab seringkali kekuatan udara di negeri ini merasa berdiri sendiri. Padahal dalam operasi yang berlangsung pada domain maritim maupun daratan, kekuatan ikut sesungguhnya merupakan kekuatan yang mem-back keduanya.
Karena kekuatan udara adalah bagian dari kekuatan maritim, di Indonesia perlu dikembangkan suatu doktrin maritim yang komprehensif. Artinya, doktrin maritim harus pula menyediakan ruang untuk mengakomodasi peran kekuatan udara dalam operasi maritim. Doktrin maritim ini meskipun isinya pasti akan didominasi oleh kekuatan laut, tetapi harus tetap menyediakan ruang bagi kekuatan udara. Kekuatan udara yang dimaksud bukan semata Angkatan Udara, tetapi juga unsur penerbangan sipil yang dapat dimobilisasi bagi kepentingan operasi maritim.
Tinggalkan komentar anda tentang Hubungan Kekuatan Maritim Dengan Kekuatan Udara

Amerika Serikat Masih Dibutuhkan Di Kawasan Asia Pasifik


Informasi terbaru Amerika Serikat Masih Dibutuhkan Di Kawasan Asia Pasifik

All hands,
Sejak 2010 Amerika Serikat mendapat tantangan dari kawasan Asia Pasifik yang mempertaruhkan reputasinya. Tantangan itu datang dari Cina dan Korea Utara. Cina bersikeras soal klaimnya atas seluruh wilayah Laut Cina Selatan, sementara Korea Utara makin bertindak gila dengan memprovokasi Korea Selatan, misalnya penenggelaman kapal korvet ROKS Cheon An (PCC-772) pada 26 Maret 2010 dan penembakan meriam ke salah satu pulau Korea Selatan pada 23 November 2010.
Isu Laut Cina Selatan maupun Semenanjung Korea jelas merupakan tantangan terhadap kehadiran Amerika Serikat di kawasan. Sebab dalam kedua konflik tersebut, Cina merupakan aktor yang menantang Amerika Serikat dan sudah menjadi rahasia umum bahwa Korea Utara berani bertindak nekad karena faktor Cina. Dengan kata lain, sebenarnya yang menantang Washington di Asia Pasifik adalah Beijing.
Tentu saja tantangan demikian diladeni oleh Washington. Sebab hal itu terkait dengan kredibilitasnya di kawasan, sebab kegagalan menjawab tantangan itu akan mempengaruhi citra Amerika Serikat. Bukan tidak mungkin, akan muncul negara-negara lain di kawasan yang akan menantang Amerika Serikat karena yakin pamor Washington di wilayah ini telah menurun.
Dalam konteks ini, Indonesia sebaiknya memainkan dengan optimal posisi Amerika Serikat yang demikian. Maksudnya, Jakarta harus menggunakan kartu truf yang dipunyai guna meraih keuntungan sebesar-besarnya dari Washington. Toh Washington membutuhkan Jakarta untuk menghadapi Beijing. Cara ini jauh lebih menguntungkan bagi kepentingan nasional daripada Jakarta bertindak "nakal".
Suka atau tidak suka, kehadiran Washington di kawasan Asia Pasifik masih dibutuhkan. Sulit untuk membayangkan apabila hanya ada satu aktor dominan di kawasan ini yang dapat dengan seenaknya "menginjak kaki" negara lain. Perilaku "injak kaki" itu selama ini sudah terlihat gejalanya dari negara tertentu. Sulit untuk melawan perilaku "injak kaki" tersebut, sebab negara-negara di kawasan ini tidak memiliki instrumen kekuatan nasional yang setara dengan negara yang suka "injak kaki" itu. Hadirnya Amerika Serikat akan membantu negara-negara kawasan menghadapi perilaku "injak kaki" itu, meskipun semua pihak sadar Amerika Serikat juga sering bermain kasar di kawasan.
Tinggalkan komentar anda tentang Amerika Serikat Masih Dibutuhkan Di Kawasan Asia Pasifik

Kesatuan Sikap Dalam Berhadapan Dengan Militer Asing


Informasi terbaru Kesatuan Sikap Dalam Berhadapan Dengan Militer Asing

All hands,
Indonesia sebagai bangsa memiliki beragam kebutuhan dalam mengamankan kepentingan nasionalnya, satu di antaranya adalah kesatuan sikap dalam menghadapi tindakan militer asing yang dipandang melecehkan bangsa. Kesiapan sikap tersebut dibutuhkan mulai dari aparat pengambilan keputusan di tingkat atas hingga aparat operasional di bawah. Dalam konteks tersebut, pendekatan yang harus dilakukan hendaknya bukan saja terukur, tetapi mempunyai pula unsur shock therapy. Selama ini, nampak jelas bahwa upaya-upaya yang dilakukan untuk merespon pelecehan oleh militer asing, khususnya Angkatan Laut asing, sama sekali tidak memperhatikan aspek shock therapy agar peristiwa itu tidak terulang di kemudian hari.
Selama ini sepertinya ada kesan kuat akan ketakutan yang tidak beralasan untuk memberikan shock therapy. Di sinilah butir penting dari pentingnya kesatuan sikap secara nasional tersebut. Singkatnya, pengambil kebijakan politik hendaknya memberikan restu politik untuk memberikan shock therapy kepada pihak pelanggar. Tidak perlu takut dengan tindakan itu, sebab di manapun tindakan shock therapy senantiasa terukur. Aturan soal ini hendaknya dijabarkan dengan jelas dan bahasa yang terang serta hanya memiliki satu penafsiran tunggal dalam aturan pelibatan.
Tinggalkan komentar anda tentang Kesatuan Sikap Dalam Berhadapan Dengan Militer Asing

Mengefektifkan Penghapusan Sistem Senjata


Informasi terbaru Mengefektifkan Penghapusan Sistem Senjata

All hands,
Sistem senjata apapun mempunyai life time, sehingga suatu saat pasti akan dihapus. Begitu pula dengan berbagai sistem senjata yang memperkuat Angkatan Laut. Dalam konteks Indonesia, menjadi tantangan bagaimana mengefektifkan sistem senjata yang akan dihapus. Salah satu peluang yang tersedia untuk mengefektivitaskan hal tersebut adalah menjadikan sistem senjata yang akan dihapus sebagai sasaran ujicoba sistem senjata.
Misalnya rudal dan torpedo yang akan segera habis life time-nya ditembakkan terhadap sasaran yaitu kapal perang yang juga telah dihapus dari aset Angkatan Laut. Dengan demikian, ada keuntungan yang dapat diraih oleh kekuatan laut negeri ini. Yaitu menjaga kemampuan personel dalam penembakan rudal mulai dari proses identifikasi sasaran hingga penghancuran sasaran, tidak adanya rudal dan torpedo yang "terbuang" begitu saja dan mempermudah penghapusan kapal perang tanpa harus dipotong-potong sebagai besi tua.
Selain rudal dan torpedo yang akan segera dihapus, kapal perang yang dihapus dapat pula menjadi target dari ujicoba sistem senjata terbaru yang dimiliki oleh Angkatan Laut. Seperti rencana penghapusan LST kelas Teluk Langsa yang akan segera menjadi sasaran salah satu rudal jelajah dan canggih di dunia yang kini dipunyai oleh kekuatan laut Indonesia. Mengingat bahwa kapal perang buatan Amerika Serikat memiliki ketebalan baja yang cukup tebal ---mungkin hanya kalah dengan ketebalan baja pada kapal perang Rusia---, maka ujicoba penembakan sistem senjata yang ditakuti oleh negara-negara Barat tersebut sekaligus menjadi ajang pengetesan seberapa jauh daya rusak rudal itu.
Tinggalkan komentar anda tentang Mengefektifkan Penghapusan Sistem Senjata

Stabilitas Dari Laut


Informasi terbaru Stabilitas Dari Laut

All hands,
Dalam era globalisasi, stabilitas keamanan kawasan merupakan hal yang tak bisa dikompromikan dan ditawar. Karena tulang punggung globalisasi adalah laut, maka stabilitas keamanan kawasan akan senantiasa terkait dengan keamanan maritim. Dengan kata lain, laut adalah sumber stabilitas maupun instabilitas kawasan.
Kerangka berpikir seperti ini hendaknya melekat pada para pengambil keputusan di Indonesia. Alasannya tak lain dan tidak bukan karena dua pertiga wilayah Indonesia adalah perairan, di mana wilayah perairan tersebut merupakan dua pertiga dari luas kawasan Asia Tenggara. Namun dalam realitanya, sangat disayangkan bahwa para pengambil keputusan ---khususnya di Departemen Pertahanan--- tidak berpikir dalam kerangka demikian. Sebagai bukti adalah kekalahan Indonesia dalam urusan focal point kerjasama ADMM+, di mana Indonesia secara sadar dan dengan sengaja menyerahkan urusan stabilitas keamanan maritim di kawasan Asia Tenggara kepada Negeri Tukang Klaim dan negeri penindas Aborigin. Sebaliknya, Indonesia lebih senang mengambil posisi focal point dalam urusan pemeliharaan perdamaian yang sebenarnya tidak terkait dengan kepentingan nasional Indonesia yang bersifat survival maupun penting.
Baik Negeri Tukang Klaim maupun negeri penindas Aborigin sangat menyadari pentingnya stabilitas dari laut. Ambisi Negeri Tukang Klaim adalah kalau bisa pengendalian Indonesia atas Laut Natuna yang merupakan wilayah teritorial Indonesia dilenyapkan, sehingga tak ada lagi penghalang antara wilayah semenanjung dengan kawasan Sabah-Serawak. Adapun bagi negeri penindas Aborigin, kalau bisa Indonesia hanya mempunyai Angkatan Laut di atas kertas namun di laut tidak mampu menggelar kekuatan. Sebab eksistensi Angkatan Laut Indonesia yang kuat dan tak sekedar di atas kertas merupakan ancaman terhadap kebebasan bernavigasi dari dan menuju Australia.
Oleh karena itu, tak heran bila kedua negara anggota FPDA itu kompak mengusulkan diri untuk menjadi focal point bidang keamanan maritim dalam ADMM+. Masalahnya pula, Jakarta tidak merasa diri kalah soal kegagalan merebut kepemimpinan agenda keamanan maritim. Malah Jakarta lebih bangga mengurus perdamaian dunia. Artinya, Jakarta lebih suka mengurus mengurus halaman orang lain dan menyerahkan urusan halaman sendiri kepada orang lain.
Hal ini mirip dengan kasus Timor Timur 1999. Ketika Indonesia sedang berasyik-masyuk menyalurkan "syahwatnya" terhadap urusan perdamaian dunia di negeri orang, Jakarta tidak merasa kecolongan ketika ada orang lain mengurus perdamaian dunia di Timor Timur. Pola seperti ini sekali lagi mencerminkan bahwa stabilitas dari laut hanya dipahami oleh pihak asing yang luas lautnya lebih kecil daripada Indonesia, sementara Indonesia sendiri justru tak paham apa arti stabilitas dari laut.
Tinggalkan komentar anda tentang Stabilitas Dari Laut

Bersikap Realistis Dalam Proyek PKR


Informasi terbaru Bersikap Realistis Dalam Proyek PKR

All hands,
Pembangunan kapal perang di galangan perkapalan nasional di Surabaya melalui proyek PKR kini sudah memasuki babak realita, bukan lagi babak mimpi. Artinya, mimpi-mimpi indah sebagian pihak di Indonesia soal pelaksanaan proyek tersebut kini harus berhadapan dengan realita. Realita bahwa pemegang kunci dalam proyek ini bukan galangan perkapalan Indonesia, tetapi galangan perkapalan Belanda. Realita bahwa sebagian besar teknologi pembangunan kapal fregat itu dikuasai oleh Royal Schelde, bukan PT PAL. Realita bahwa subsistem pendukung PKR seperti sewaco dan propulsi dipasok oleh berbagai vendor dari Eropa Barat, bukan dari Indonesia.
Dalam pembangunan PKR di galangan perkapalan Indonesia tersebut, paling sedikit ada dua blok yang akan dibangun di galangan Royal Schelde. Keduanya mencakup sewaco dan propulsi, yang setelah dibangun baru kemudian akan dikapalkan ke Surabaya. Mengapa kedua subsistem itu digarap di Belanda?
Jawabannya tak bukan dan tidak lain karena vendor kedua subsistem adalah perusahaan-perusahaan Eropa yang secara geografis sangat dekat dengan Belanda. Misalnya Thales, Oto Melara, Pilstick dan lain sebagainya. Jaringan kedua subsistem sudah terbangun mapan di Eropa dan merupakan suatu cluster tersendiri.
Boleh saja pihak tertentu di Indonesia bersikeras agar pembangunan kedua subsistem dilakukan di Indonesia. Akan tetapi hal tersebut harus memperhatikan aspek teknologi, biaya dan jarak. Aspek teknologi yaitu tidak ada produsen subsistem yang mau memberikan cetak biru produknya secara gratis kepada konsumen. Singkatnya, Indonesia jangan berharap ada makan siang gratis.
Tentang aspek biaya, diperlukan biaya tambahan untuk membangun sistem itu di Indonesia, misalnya mendatangkan ratusan tenaga ahli dari masing-masing vendor subsistem ke Indonesia untuk pekerjaan integrasi sistem. Biaya mendatangkan mereka tidak murah, sebab semua kehidupan mereka di sini harus ditanggung oleh Indonesia. Tercakup pula dalam aspek biaya adalah ongkos pengangkutan berbagai komponen subsistem dari Eropa ke Indonesia.
Adapun soal aspek jarak, di kawasan Asia Pasifik belum ada cluster industri pertahanan seperti halnya di Eropa. Misalnya negara X spesialis pembuatan sewaco, negara Y keahliannya pada produksi senjata dan negara Z berfokus pada sistem pendorong. Sebab Asia bukanlah Eropa yang sudah matang melalui ratusan perang sejak era 1400-an hingga kini mampu berintegrasi menjadi satu komunitas.
Bertolak dari kondisi ini, sebaiknya Indonesia mengambil peluang yang realistis dari proyek PKR. Misalnya mematangkan ilmu membangun platform kapal perang, mematangkan ilmu soal integrasi sistem dalam kapal perang dan mematangkan diri sebagai "pencuri" ulung di bidang teknologi. Sebab dalam teknologi tidak dikenal adanya alih teknologi, yang dikenal cuma mencuri teknologi!!! Alih teknologi hanya bumbu politik yang mengecoh pihak yang tidak paham.
Tinggalkan komentar anda tentang Bersikap Realistis Dalam Proyek PKR